Kamis, 02 April 2015

KODE ETIK GURU



KODE ETIK GURU

Guru adalah Profesi yang mulia.Mereka mendidik, mengajar dan membina murid hingga mereka  dari yang sebelumnya tidak bisa menjadi bisa.Atau dari hal yang tadi nya tidak tahu menjadi tahu.Biasanya untuk menjadi seorang guru harus memenuhi kualifikasi formal yang ditetapkan.Sebagai seorang guru tentunya mempunyai kode etik yang harus dipatuhi, yaitu :
  • Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila.
  • Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan.
  • Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya PBM.
  • Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran professional.
  • Menjaga hubungan baik dengan wali murid dan masyarakat sekitar untuk membina peran serta dan tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.
  • Saling menghargai dan menghormati sesama rekan seprofesi.

 PELANGGARAN DARI KODE ETIK GURU:

1. Guru memposisikan diri sebagai penguasa yang memberikan sanksi dan mengancam murid apabila melanggar peraturan  atau tidak mengikuti kehendak guru.

2. Guru tidak memahami sifat - sifat yang khas / karakteristik pada anak didiknya.

3. Guru memperlakukan peserta didiknya secara tidak tepat sehingga membentuk prilaku yang menyimpang.

4. Tidak memahami peserta didiknya sesuai dengan proses perkembangan anak, sehingga dalam melakukan bimbingan dan pembinaan sering menimbulkan kecelakaan pendidikan.

5. Guru tidak mampu mengembangkan strategi, metode, media yang tepat dalam pembelajaran disebabkan tidak memahami tingkah laku peserta didiknya.

SANKSI DARI KODE ETIK GURU:

a.  Guru dapat di berhentikan tidak dengan hormat dari jabatan sebagai guru, karena :

      1. Melanggar sumpah dan janji jabatan.
      2.  Melanggar perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
      3. Melalaikan kewajiban  dalam melaksanakan tugas selama 1 bulan atau lebih    


KODE ETIK GURU MENURUT HUKUM/TERTULIS:
  1. Undang-undang Nomor 8 tahun 1974 Tentang Pokok-pokok Kepegawaian. Pasal 28 menyatakan bahwa “Pegawai Negeri Sipil mempunyai kode etik sebagai pedoman sikap, tingkah laku perbuatan di dalam dan di luar kedinasan“. Dalam Penjelasan Undang-undang tersebut dinyatakan dengan adanya Kode Etik ini, Pegawai Negeri Sipil sebagai aparatur negara, Abdi Negara, dan Abdi Masyarakat mempunyai pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan dalam melaksanakan tugasnya dan dalam pergaulan hidup sehari-hari.
Selanjutnya dalam Kode Etik Pegawai Negeri Sipil itu digariskan pula prinsip-prinsip pokok tentang pelaksanaan tugas dan tanggungjawab pegawai negeri. Dari uraian ini dapat kita simpulkan, bahwa kode etik merupakan pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan di dalam melaksanakan tugas dan dalam hidup sehari- hari.
  1. Kongres PGRI ke XIII, Basuni sebagai Ketua Umum PGRI menyatakan bahwa Kode Etik Guru Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku guru warga PGRI dalam melaksanakan panggilan pengabdiaan bekerja sebagai guru (PGRI, 1973). Dari pendapat ini dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam Kode Etik Guru Indonesia terdapat dua unsur pokok yakni:
    1. sebagai landasan moral, dan
    2. sebagai pedoman tingkah laku.
    3. Dalam Undang-Undang Guru dan Dosen (UUGD), Pasal 43, dikemukakan sebagai berikut:
      1. Untuk menjaga dan meningkatkan kehormatan, dan martabat guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan, organisasi profesi guru membentuk kode etik;
      2. Kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi norma dan etika yang mengikat perilaku guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan.

CONTOH KASUS:

Yogyakarta Kasus dugaan pelecehan seks guru terhadap murid mencuat di salah satu SMA di Jakarta. Kasus pelecehan seksual yang menodai dunia pendidikan ini sudah terjadi untuk yang kesekian kalinya. Seakan telah menjadi cerita bersambung dan derita tiada akhir bagi murid (perempuan). Fakta ini menjadi semacam anomali di tengah pewajiban kurikulum berkarakter.
Sebenarnya hal tersebut dapat dihindari jika Kode Etik Guru Indonesia diinternalisasi dan ditegakkan. Namun sayang PGRI sebagai salah satu organisasi profesi guru terbesar belum banyak menyentuh aspek penegakan kode etik profesi guru. Perjuangan kesejahteraan guru masih menjadi panglima. PGRI belum menyentuh aspek implementasi kode etik guru. Kenyataannya masih banyak kasus pelecehan seksual dan kekerasan guru terhadap murid.

Berdasarkan hasil investigasi awal, pada kasus pelecehan seks oleh oknum guru T SMA 22 Jakarta, diketahui adanya bukti pertemuan oknum guru T dan siswa MA di Ancol, Sentul, di rumahnya. Bahkan dalam beberapa pertemuan tersebut di dahului adanya peristiwa makan berdua. Atas pertemuan di beberapa lokasi di luar sekolah dan di luar jam sekolah diakui oleh penasehat hukum guru T.

Terlepas dari siapa yang mengajak adanya pertemuan tersebut, yang dalam hal ini kedua pihak yaitu korban dan terlapor saling silang pendapat, bahwa adanya pertemuan tersebut sudah secara gamblang guru T telah melanggar kode etik guru karena melakukan hubungan guru-murid di luar tugas profesinya sebagai guru.

Termasuk jika memang benar menurut pengakuan T bahwa korban MA mempunyai hubungan dengan guru Y, seharusnya T segera melimpahkan kasusnya kepada guru bimbingan konseling. Tidak justru kemudian melakukan pertemuan di luar sekolah dan di luar jam sekolah ketika menerima curhat dari MA. Dalam hal ini pun, jika pengakuan guru T benar, maka ia juga telah melakukan ‘mall praktek’ karena telah melakukan penyimpangan tugas profesi.

Di tengah kasus penyimpangan perilaku oleh oknum guru, kita belum pernah mendengar adanya penegakan kode etik guru oleh PGRI atau asosiasi guru lainnya terhadap oknum guru yang melakukan pelanggaran kode etik. Selalu yang mengemuka adalah penegakan hukum oleh pihak yang berwajib. Namun belum pernah terdengar adanya sanksi dari Dewan Kehormatan PGRI atas berbagai kasus hukum yang jelas-jelas melanggar kode etik guru dan menodai profesi guru secara keseluruhan.

Ketika PGRI tidak melakukan penegakan kode etik guru, maka sama saja dianggap melakukan pembiaran. Hal mana berbeda dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang akan menindak anggotanya jika jelas terbukti melakukan mall praktek. Sebaliknya jika seorang dokter dipandang melakukan tindakan medis dengan benar akan dibela oleh IDI.

Dimana PGRI dalam berbagai kasus pelanggaran kode etik guru? Terutama pada kasus guru T di SMA 22 Jakarta.

REFERENSI:































Read More ->>
Diberdayakan oleh Blogger.

Pengikut

Mengenai Saya

Foto saya
simple, kadang nyebelin, kadang menyenagkan, sedikit pemalas tapi bertanggung jawab